Kontroversi Royalti Pemutaran Lagu 'Indonesia Raya' Muncul di Tengah Kebangkitan Nasionalisme

Kontroversi Royalti Pemutaran Lagu ‘Indonesia Raya’ Muncul di Tengah Kebangkitan Nasionalisme

lapangankita.com – Sekretaris Jenderal PSSI, Yunus Nusi, memberikan tanggapan terkait polemik royalti pemutaran lagu ‘Indonesia Raya’ yang tengah mencuat belakangan ini. Isu ini muncul setelah Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mengungkapkan bahwa semua lagu yang memiliki hak cipta, termasuk ‘Indonesia Raya’, wajib membayar royalti jika diputar dalam konteks tertentu.

Pernyataan PSSI tentang Lagu Kebangsaan

Yunus Nusi, Sekretaris Jenderal PSSI, menekankan bahwa lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’ merupakan simbol perekat nasionalisme dan pembangkit patriotisme bagi rakyat Indonesia. Ia menyatakan, saat lagu ini dinyanyikan di stadion, banyak suporter yang merasakan emosi yang mendalam, bahkan ada yang sampai menangis.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Wage Rudolf Supratman, pencipta ‘Indonesia Raya’, menciptakan lagu tersebut sebagai bentuk perjuangan tanpa mengharapkan imbalan. Ia menegaskan, ‘Kami yakin tidak pernah terbersit di benak sang pencipta bahwa lagu ini kelak harus dibayar jika setiap individu atau elemen mana pun menyanyikannya.’

Posisi LMKN tentang Hak Cipta

Di tengah kontroversi ini, Jhonny W. Maukar, Komisioner LMKN, menegaskan bahwa lagu ‘Indonesia Raya’ adalah bebas royalti. Ia mengacu pada Pasal 43 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa penggunaan lagu kebangsaan termasuk dalam kategori penggunaan wajar dan tidak dikenakan biaya royalti.

Jhonny lebih lanjut menekankan, ‘Penggunaan lagu Indonesia Raya dalam bentuk aslinya tidak perlu bayar royalti karena bukan pelanggaran hak cipta.’ Berdasarkan ketentuan undang-undang, karya cipta menjadi domain publik 70 tahun setelah kematian penciptanya, dan dalam kasus ini Wage Rudolf Supratman wafat pada 1938.

Proses Hukum di Mahkamah Konstitusi

Isu royalti ini juga dibahas dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi terkait UU Nomor 28 Tahun 2014. Hakim Arief Hidayat menyoroti keganjilan jika royalti diterapkan secara ketat, dengan menyatakan, ‘Kalau aturan ini diikuti secara harfiah, WR Supratman pasti jadi orang terkaya di dunia.’

Pernyataan ini menggambarkan betapa kompleksnya penerapan kebijakan hak cipta terhadap lagu-lagu kebangsaan di Indonesia. Di satu sisi, perlindungan hak cipta sangat dibutuhkan, namun di sisi lain, perlu juga diperhatikan nilai-nilai nasionalisme dan pemersatu bangsa.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *